Di kafe-kafe atau bar kelas menengah yang biasa dihadiri oleh remaja dan masyarakat kelas menengah ke bawah biasanya cukup dengan menyuguhkan band-band lokal dan sesekali mendatangkan group musik papan atas serta karaoke untuk mengiringi para muda-mudi berlantai (berdansa dengan pasangan mereka masing-masing). Sedangkan kafe-kafe atau bar bergengsi yang hanya bisa dihadiri para beruang atau oleh mereka yang berkantong tebal dan eksekutif muda, tidak jarang dengan menghadirkan para penari telanjang dan berbagai bentuk acara yang jauh dari etika ketimuran, apalagi norma agama.
Namun baik kafe kelas menengah hingga kafe bergengsi yang menyediakan fasilitas dugem-an, tetap memiliki beberapa kesamaan, yaitu : biasanya sebuah kafe terasa tidak lengkap tanpa menyediakan berbagai jenis minuman beralkohol, hanya saja mungkin kualitas dan harga yang berbeda. Kesamaan lainnya adalah bahwa kafe-kafe yang menyediakan pesta malam sangat identik dengan hura-hura, pergaulan bebas, menghamburkan uang, mabuk-mabukan, erotisme, seksualitas, narkoba, serta membuang-buang waktu, sebab biasanya pesta itu dilaksanakan semalaman suntuk.
Bagi sebagian remaja yang akrab dengan dunia dugem ada satu anggapan bahwa seseorang dinggap tidak gaul, tidak funky dan kampungan jika belum pernah menikmati kehidupan kafe dengan dugemnya. Anggapan yang keliru ini mereka lontarkan sebagai justifikasi terhadap apa yang mereka lakukan.
Kehidupan malam yang hingar-bingar dengan lantunan suara musik yang keras, dansa dengan saling berpelukan antara lawan jenis yang diselingi tawa canda yang mengumbar aroma alkohol tidak hanya melanda kota-kota besar saja, tapi juga kota semi metropolis dan telah menjadi bagian gaya hidup manusia modern. uniknya realitas semacam ini oleh sebagian pecinta kehidupan malam atau dugem sudah dianggap sebagai tradisi yang wajar dan dibenarkan.
Selama ini kita sering mendengar bahwa sebagian remaja dengan bangga mengatakan bahwa sekalipun mereka mendatangi kafe-kafe untuk menghabiskan malam minggu bersama orang yang dikasihi ataupun teman-temannya, mereka hanya sekedar tripping, berlantai (berdansa) namun tidak ikut-ikutan minum-minuman beralkohol maupun narkoba.
Argumentasi ini sekaligus dijadikan sebagai justifikasi terhadap apa yang mereka lakukan. Ada statemen yang mengatakan bahwa lingkungan mempengaruhi manusia. Biarpun menurut mereka mereka tidak minum minuman beralkohol atau menggunakan narkoba, namun seiring berjalannya waktu, mereka akan terpengaruh oleh lingkungan, apalagi pada masa remaja yang masih sangat labil.
Bagaimana pendapat kalian akan hal ini?
0 komentar:
Posting Komentar