Pada ka’bah kita sering melihat adanya Kiswah (kain/selimut hitam
penutup ka’bah). Tujuan dari pemasangan kain itu adalah untuk melindungi
dinding ka’bah dari kotoran, debu, serta panas yang dapat membuatnya
menjadi rusak. Selain itu kiswah juga berfungsi sebagai hiasan ka’bah.
Menurut
sejarah, Kabah sudah diberi kiswah sejak zaman Nabi Ismail AS, putra
Nabi Ibrahim AS. Namun tidak ada catatan yang mengisahkan kiswah pada
zaman Nabi Ismail terbuat dari apa dan berwarna apa. Baru pada masa
kepemimpinan Raja Himyar Asad Abu Bakr dari Yaman, disebutkan kiswah
yang melindungi Ka’bah terbuat dari kain tenun.
Kebijakan
Raja Himyar untuk memasang kiswah sesuai tradisi Arab yang berkembang
sejak zaman Ismail as diikuti oleh para penerusnya. Pada masa Qusay ibnu
Kilab, salah seorang leluhur Nabi Muhammad yang terkemuka, pemasangan
kiswah pada Kabah menjadi tanggung jawab masyarakat Arab dari suku
Quraisy.
Nabi Muhammad SAW sendiri juga pernah memerintahkan
pembuatan kiswah dari kain yang berasal dari Yaman. Sedangkan empat
khalifah penerus Nabi Muhammad yang termasuk dalam Khulafa al-Rasyidin
memerintahkan pembuatan kiswah dari kain benang kapas.
Sementara
itu, pada era Kekhalifahan Abbassiyah, Khalifah ke-4 al-Mahdi
memerintahkan supaya kiswah dibuat dari kain sutra Khuz. Pada masa
pemerintahannya, kiswah didatangkan dari Mesir dan Yaman.
Menurut
catatan sejarah, kiswah tidak selalu berwarna hitam pekat seperti saat
ini. Kiswah pertama yang dibuat dari kain tenun dari Yaman justru
berwarna merah dan berlajur-lajur. Sedangkan pada masa Khalifah Mamun
ar-Rasyid, kiswah dibuat dengan warna dasar putih. Kiswah juga pernah
dibuat berwarna hijau atas perintah Khalifah An-Nasir dari Bani
Abbasiyah (sekitar abad 16 M) dan kiswah juga pernah dibuat berwarna
kuning berdasarkan perintah Muhammad ibnu Sabaktakin.
Penggantian
kiswah yang berwarna-warni dari tahun ke tahun, rupanya mengusik benak
Kalifah al-Mamun dari Dinasti Abbasiyah, hingga akhirnya diputuskan
bahwa sebaiknya warna kiswah itu tetap dari waktu ke waktu yaitu hitam.
Hingga saat ini, meskipun kiswah diganti setiap tahun, tetapi warnanya
selalu hitam.
Pada era keemasan Islam , tanggung jawab pembuatan
maupun pengadaan kiswah selalu dipikul oleh setiap khalifah yang sedang
berkuasa di Hijaz, Arab Saudi pada setiap masanya. Meskipun kiswah
selalu menjadi tanggung jawab para khalifah, beberapa raja di luar tanah
Hijaz pernah menghadiahkan kiswah kepada pemerintah Hijaz.
Dulu,
kiswah yang terbuat dari sutera hitam pernah didatangkan dari Mesir yang
biayanya diambil dari kas Kerajaan Mesir. Tradisi pengiriman kiswah
dari Mesir ini dimulai pada zaman Sultan Sulaiman yang memerintah mesir
pada sekitar tahun 950-an H sampai masa pemerintahan Muhammad Ali Pasya
sekitar akhir tahun 1920-an.
Ka’bah tanpa kiswah
Setiap
tahun, kiswah-kiswah indah yang dibuat di Mesir itu diantar ke Makkah
melewati jalan darat menggunakan tandu indah yang disebut mahmal. Kiswah
beserta hadiah-hadiah lain di dalam mahmal datang bersamaan dengan
rombongan haji dari Mesir yang dikepalai oleh seorang amirul hajj.
Amirul
hajj itu ditunjuk secara resmi oleh pemerintah Kerajaan Mesir. Dari
Mesir, setelah upacara serah terima, mahmal yang dikawal tentara Mesir
berangkat ke terusan Suez dengan kapal khusus hingga ke pelabuhan
Jeddah. Setibanya di Hijaz, mahmal tersebut diarak dengan upacara sangat
meriah menuju ke Mekkah.
Pengiriman kiswah dari Mesir pernah
terlambat hingga awal bulan Dzulhijjah. Hal itu terjadi beberapa waktu
setelah meletusnya Perang Dunia I. Keterlambatan pengiriman kiswah
terjadi akibat suasana yang tidak aman dan kondusif akibat Perang Dunia
I.
Melihat situasi yang kurang baik pada saat itu, Raja Ibnu Saud
(pendiri Kerajaan Arab Saudi) mengambil keputusan untuk segera membuat
kiswah sendiri mengingat pada tanggal 10 Dzulhijjah, kiswah lama harus
diganti dengan kiswah yang baru. Usaha tersebut berhasil dengan
pendirian perusahaan tenun yang terdapat di Kampung Jiyad, Mekkah.
Setelah
Perang Dunia I berakhir, Raja Farouq I dari Mesir kembali mengirimkan
kiswah ke tanah Hijaz. Namun melihat berbagai kondisi pada saat itu,
pemerintah Kerajaan Arab Saudi dibawah Raja Abdul Aziz Bin Saud
memutuskan untuk membuat pabrik kiswah sendiri pada 1931 di Makkah.
Hingga akhirnya kiswah dibuat di Arab Saudi hingga saat ini.
Kain
kiswah memiliki keunikan dan keunggulan tersendiri. Pintalan-pintalan
benang berwarna emas maupun perak bersatu padu merangkai goresan kalam
Ilahi. kiswah menjadi sangat berharga, bukan hanya karena firman-firman
Allah SWT yang suci yang dipintal pada kiswah, tetapi juga karena
keindahan dan eksotisme pintalan benang berwarna emas dan perak pada
permukaannya.
Perpaduan warna emas dan perak pada kaligrafi yang
menghiasi kiswah tersebut memiliki nilai seni yang luar biasa. Sebab
pembuatannya membutuhkan skill dan bakat yang luar biasa karena tidak
semua orang mampu membuat seni seindah itu. Kiswah merupakan simbol
kekuatan, kesederhanaan, juga keagungan.
Proses Pembuatan Kiswah
Kiswah
pertama kali dibuat dibuat oleh seorang pengrajin bernama Adnan bin Ad
dengan bahan baku kulit unta. Namun dalam perkembangannya, kiswah dibuat
dari kain sutera. Untuk membuat sebuah kiswah memerlukan 670 kg bahan
sutera atau sekitar 600 meter persegi kain sutera yang terdiri dari 47
potong kain. Masing-masing potongan tersebut berukuran panjang 14 meter
dan lebar 95 cm.
Ukuran itu sudah disesuaikan untuk menutupi
bidang kubus Kabah pada keempat sisinya. Sedangkan untuk hiasan berupa
pintalan emas diperlukan 120 kg emas dan beberapa puluh kg perak.
Sejak
1931, kiswah untuk menutupi Kabah diproduksi di sebuah pabrik yang
terletak di pinggir kota Mekkah, Arab Saudi. Dalam pabrik tersebut,
pembuatan kiswah dilakukan secara modern dengan menggunakan mesin tenun
modern. Di pabrik kiswah yang areanya seluas 10 hektare itu dipekerjakan
sekitar 240 perajin kiswah.
Dalam pabrik tersebut, kiswah dibuat
secara massal. Di sanalah semuanya disiapkan dari perencanaan, pembuatan
gambar prototipe kaligrafi, pencucian benang sutera, perajutan kain
dasar, pembuatan benang dari berkilo-kilo emas murni dan perak hingga
pada pemintalan kaligrafi dari benang emas maupun perak, lalu penjahitan
akhir.
Meskipun
kiswah tampak hitam jika dilihat dari luar, namun ternyata bagian dalam
kiswah itu berwarna putih. Salah satu kalimat yang tertera dalam
pintalan emas kiswah adalah kalimah syahadat, Allah Jalla Jalallah, La
Ilaha Illallah, dan Muhammad Rasulullah . Surat Ali Imran: 96,
Al-Baqarah :144, surat Al-fatihah, surat Al-Ikhlash terpintal indah
dalam benang emas untuk menghiasi kiswah.
Kaligrafi yang digunakan
untuk menghias kiswah terdiri dari ayat-ayat yang berhubungan dengan
haji dan Kabah juga asma-asma Allah yang dimuliakan. Hiasan kaligrafi
yang terbuat dari emas dan perak tampak berkilau indah saat terkena
cahaya matahari.
Karena
menggunakan bahan baku dari benda-benda yang sangat berharga seperti
sutera, emas, maupun perak, harga kiswah ini menjadi sangat mahal
sekitar Rp 50 miliar.
Sehingga setiap tahun Jawatan Wakaf Kerajaan
Arab Saudi harus menyediakan dana sekitar Rp 50 miliar untuk pembuatan
kiswah. Menurut sejarah, tradisi penggantian kiswah yang dilakukan
setiap tahunnya sudah ada sejak masa Khalifah Al-Mahdi yang merupakan
penguasa Dinasti Abbasiyah ke-IV.
Tradisi
tersebut bermula ketika, Khalifah al-Mahdi naik haji kemudian penjaga
Kabah melapor kepadanya tentang kiswah yang pada saat itu sudah mulai
rapuh dan dikhawatirkan akan jatuh. Mendengar laporan yang
memprihatinkan itu, Al-Mahdi memerintahkan agar setiap tahun kiswah
diganti.
Sejak
saat itu, kiswah untuk Ka’bah selalu diganti setiap tahun pada musim
haji dan menjadi sebuah tradisi yang harus selalu dijalankan. Dengan
demikian tidak ada lagi kiswah yang kondisinya memprihatinkan.
Pasalnya,
setiap kiswah hanya memiliki masa pakai Ka’bah selama satu tahun.
Bahkan, kiswah bekas dipakai Ka’bah ada yang dipotong-potong kemudian
potongan tersebut dijual sebagai penghias rumah maupun kantor.